Berita MGMP

Senin, 20 Maret 2017

Guru Malang Melintang untuk Mendapatkan Tunjangan Profesi

Terusik dengan informasi dari WA (WhatsApp) di grup sekolahku, seperti waktu -  waktu sebelumnya sebenarnya informasi ini bukanlah berita baru. Informasi itu sudah biasa, menurutku. Tapi sejak perpindahan pengelolaan jenjang SMA-SMK ke Provinsi sepertinya informasi ini sedikit menciut hati. 

Betapa tidak sepertinya nasib kami, kaum guru sering sekali terasa menjadi bulan-bulanan orang-orang (pejabat) tertentu. Masih ingat bagaimana nasib beberapa orang guru yang ingin mendisplikan siswanya malah mendapatkan nasib menghadapi meja hijau karena dianggap melanggar HAM siswa, kata orang tuanya. Ingat, kan seorang guru di salah satu SMK yang dikeroyok orang tua dan anaknya? Belum lagi berita tentang guru dianggap Pegawai Negeri Sipil dengan jam mengajarnya yang cukup banyak sehingga untuk mendapatkan tunjangan harus mempersiapkan beberapa hal sesuai dengan jumlah jam mengajarnya itu.

Nasib guru semakin malang melintang, jika sudah menyangkut tunjangan tambahan. Ada saja berita yang kadang - kadang membuat guru itu sendiri terpaksa harus memenuhinya. Seolah tak ada lagi jasa guru yang bisa dikenang, seperti slogan -  slogan jika mau menyambut hari guru. Sangat miris guru yang katanya bisa menciptakan manusia hebat tapi malah seolah tidak mendapat perhatian. Padahal jasa guru tidak ada yang meragukan.

Ya presiden, misalnya, bisa ada karena guru. Menteri ada juga karena guru. Guru memang bisa dianggap tidak hebat, tapi semua orang hebat adalah karena guru. Tapi kayaknya guru tidak bisa merubah nasib guru itu sendiri, jika setiap satu semester tepatnya 6 (enam bulan) dipertanyakan legalitas Ijasahnya. 

Bagaimana tidak, hanya untuk mendapatkan tunjangan tambahan setiap 6 (enam bulan) sekali guru harus mengumpulkan ijazah / Akta IV yang dilegis tempat ia bersekolah, dulu. Sertifikat profesi yang nota bene sudah disahkan oleh lembaga yang mengeluarkannya sehingga sah mendapat tunjangan tambahan, ternyata juga masih dipertanyakan. Seakan- akan ijazah / Akta IV , sertifikat profesinya akan berubah selama 6 (enam) bulan sekali. Belum lagi SK yang menandakan guru sudah lama mengabdi yang harus dikumpulkannya. Seakan-akan jika tidak dikumpulkan kami guru tidaklah dapat disebut guru yang berhak mendapatkan tunjangan.

Nasib kami guru selalu menjadi bahan olok-olok bukan hanya oleh instansi diluar kependidikan, kawan - kawan guru yang dulu sama menjadi pendidik tapi akhirnya banting stir ke struktural seakan tidak pernah merasakan bagaimana mengumpulkan berkas hanya untuk kebutuhan tambahan tunjangan. 

Kami mungkin tidak akan gusar, jika yang diminta absen, jumlah jam mengajar serta surat keterangan lain yang membuktikan kami mengajar, karena memang bukti - bukti tadi sifatnya akan berupa sejalan dengan tahun pelajaran sekolah yang terdiri dari semester ganjil dan genap. Tapi jika legalitas ijazah / Akta IV serta sertifikat profesi yang tidak berubah selama ia menjadi guru. dipertanyakan, apakah tidak miris dan membuat hati kita gundah? Guru yang katanya bisa menghasilkan orang hebat, dibuat bodoh oleh peraturan yang dibuat oleh guru itu sendiri karena hanya untuk mendapatkan tunjangan tambahan yang disebut sebagai Tunjangan Profesi itu. 

Kalau boleh berharap, hai para pemegang kendali kuasa, tolong jangan seolah dibodohkan kami guru. Buatlah aturan yang memang mengangkat derajat kami sebagai guru. Sesama guru kalau tidak kita yang menghargai profesi kita siapa lagi? Jababatan tambahan hanya untuk sementara, tapi sebagai guru itulah hidup kita untuk selamanya. Janganlah karena tugas tambahan di luar guru, malah membuat guru serasa menjadi guru malang.***
Siti Nurbaya AZ, SE
Guru Ekonomi SMA Negeri 2 Karimun

Tidak ada komentar:
Write komentar

Berikan Komentar Anda