Berita MGMP

Senin, 04 Desember 2017

Asistensi SPMI Sekolah, Antara Harapan dan Kenyataan di SMA Negeri 2



ASISTENSI SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) Sekolah di SMA Negeri 2 Karimun telah dilaksanakan  pada 27-28 November 2017 lalu. Seyogyanya kegiatan itu dilaksanakan 26 – 27 November tapi berubah tanpa alasan jelas. Pihak sekolah tentu saja tidak mempermasalahkan perubahan jadwal itu.

Yang lebih untuk dicatat di sini bahwa hal itu telah membuka mata kami, dan juga membuka harapan bersama beberapa rekan panitia SPMI dan Kepala Sekolah yang diundang pada pertemuan asistensi oleh LPMP itu. Sesungguhnya kami berharapapa yang telah dilaksanakan di sekolah masing-masing sebagai 'sekolah model' dengan mengundang sekolah imbas serasa sudah sempurna, ternyata jauh dari harapan.
Penjelasan nara sumber (Ibu Endang Prihatin, M.Pd) dari LPMP, dengan memberikan penjelasan yang terasa berbeda dengan penjelasan awal, telah membuka mata kami, peserta dan rekan panitia lainya yang sekaligus menyesakkan dada kami.

Beberapa penjelasan berikut adalah beberapa saja dari kenyataan yang membuat kami risau sekaligus galau. Tentu saja hal ini menjadi perhatian serta catatan kami untuk berbagi gundah dengan siapa saja. 
1) Walaupun bantuan pemerintah ini dirasakan tidak tepat waktu pemberiannya dikarenakan begitu   mepet dan singkatnya kesempatan melaksanakannya, namun kami tetap menganggap bahwa sesungguhnya kucuran dana ini tetap ada gunanya untuk perbaikan sekolah jika programnya dapat terlaksana dengan baik. 
2) Tentang mepetnya waktu, itu dapat dijelaskan begini: Setelah mendapat pelatihan SPMI Sekolah untuk pertama kali pada tanggal 28 s.d. 30 Agustus 2017 lalu, menurut nara sumbernya, dana bantuan Program SPMI untuk pelaksanaan kegiatan itu dijanjikan akan diterima sekolah pada awal bulan September 2017. Nyatanya barulah pada 9 Oktober sekolah disuruh oleh panitia provinsi untuk mengecek rekening, apakah dananya sudah masuk atau belum. Dan pada 10 Oktober barulah sekolah memastikan bahwa dana memang sudah ditransfer ke rekening sekolah (SMA Negeri 2 Karimun). Setelah kepastian adanya dana itulah pelaksanaan kegiatan direncanakan untuk dilaksanakan. 
3) Kembali saya jelaskan di sini bahwa selama pelatihan (sosialisasi) SPMI di tahap awal, penjelasan yang kami terima dari fasilitator LPMP hanyalah penjelasan tentang materi SPMI secara sederhana. Tidak terlalu jelas dan detail penjelasan itu. Kami para peserta terasa masih meraba-raba, smentara dalam asistensi ternyata tuntutannya melebihi apa yang kami terima waktu itu.
4) Saya ingat selama pelatihan itu diberikan arahan bahwa untuk penjamian mutu internal sekolah adalah dengan dasar Rapot Sekolah Tahun 2016, dengan mengupas 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang masih rendah mutunya. Atas temuan nilai rendah inilah sekolah begerak untuk menetapkan mutu yang akan ditingkatkan. Nyatanya, penjelasan ini jauh berbeda ketika asistensi dilaksanakan di akhir November. Benar-benar berbeda, apa yang dijelaskan fasilitator daerah dengan fasilitator dari provinsi itu.
5) Meski tidak mudah, namun kami tetap menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) pada saat pelatihan awal itu. Tujuannya tentu saja, bagaimana perbaikan mutu internal sekolah direncanakan dengan membuat Rencana Anggaran Belanja Sekolah yang akan diberikan oleh pemerintah. Sayangnya RTL ini juga menimbulkan masalah ketika asistensi dilaksanakan di akhir-akhir waktu kegiatan. Sekali lagi, menurut nara sumber LPMP pada kegiatan asistensi ini, apa yang kami buat sama sekali tidak benar. Benar-benar menyesakkan dada kami, padahal kami telah mengerjakan apa yang diarahkan.
6) Fasilator Daerah (Fasda) yang akan membimbing sekolah model dalam pelaksanaan SPMI Sekolah hanya ada satu orang saja untuk enam sekolah yang berpencar di beberapa pulau. Jelaslah ini tidak akan mampu oleh Fasda ini menunaikan tanggung jawabnya.
7) Ketika dana cair itu, sesungguhnya itu bertepatan dengan pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS) sehingga pelaksanaan SPMI sekolah terpaksa tidak sesuai dengan RTL yang dikumpulkan pada bulan Augustus 2017 itu. Padahal ketepatan pelaksanaan program sesuai RTL adalah syarat untuk sekolah model pada Program SPMI. Dengan keadaan seperti itu pula, kesempatannya menjadi begitu singkat dan tidak sesuai dengan alokasi waktu yang diharapkan.
Dibalik semua tentang yang disudah dipaparkan diatas penulis masih berharap bantuan ini masih memberikan pencerahan dengan adanya asistensi bantuan pemerintah yang diselenggarakan oleh LPMP Kepulauan Riau pada tanggal 28 -29 Nopember 2017. Nyatanya harapan itu masih jauh dari kenyataan. Inilah faktanya.

Dari paparan Nara Sumber (Ibu Endang Prihatin, M.Pd) dalam asistensi bantuan pemerintah, penulis mendapatkan beberapa hal yang seharusnya dilaksanakan:
1) Rencana Anggaran Belanja Sekolah karena dibuat perpriode 1 Januari oleh pemerintah dalam bentuk bantuan dana sekolah (BOS) maka SPMI juga harus dilaksanakan pada awal januari sehingga bisa menyesuaikan dengan anggaran BOS yang diterima sekolah.
2) Sosialisai SPMI hendaknya sering dilaksanakan di sekolah untuk memberikan pencerahan bagi semua warga sekolah tentang pentingnya SPMI di sekolah.
3) Instrumen dalam system penjaminan mutu sekolah harusnya dibuat oleh sekolah berdasarkan 8 SNP bukan dari rapot sekolah yang diterbitkan oleh PMP.
4) Koresponden sekolah selalu berubah setiap tahunnya sehingga penyelenggaran SPMI harus berkelanjutan dilaksanakan sehingga tujuan sekolah berdasarkan visi misi sekolah akan tercapai.
5) Instrument SPMI sekolah seharusnya diolah secara manual sehingga hasilnya mencerminkan keadaan sebenar dari mutu sekolah.
6) SMPI hendaknya dilaksanakan sekolah secara berkelanjutan sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu sekolah mandiri.
7) Koresponden SMPI sekolah harus mengisi kusioner dari realita keadaan sekolah, sehingga hasil yang diperoleh menunjukkkan mutu sekolah sehingga sasaran dari SPMI tepat sasaran.
8) SMPI merupakan induk dari semua kegiatan sekolah, sehingga semua program bisa mencapai hasil yang memuaskan.
9) SPMI memudahkan sekolah dalam pengumpulan berkas untuk Akreditasi sekolah maupun program pemerintah lainya yang berhubungan dengan mutu.
10) Semua unsur sekolah yang menginginkan sekolah bermutu harus saling bahu membahu dalam menyusun program sehingga SPMI sekolah bermutu.
11) Program SPMI tahun sebelumnya jika belum tepat sasaran dapat dimasukkan kembali pada SPMI tahun berikutnya.
12) Kerja keras semua warga sekolah yang membuat mutu sekolah itu menjadi sekolah mandiri seperti level nilai tertinggi dalam SPMI.
Penulis dan kami semua, sebenarnya merasakan manfaat dari mengikuti pelatihan SPMI ini, sehingga dengan adanya tulisan ini penulis mengimbau untuk semua sekolah model dan sekolah imbas mari bersama-sama kita melaksanakan SPMI disekolah kita, sehingga  bantuan pemerintah yang sudah  kita terima bemanfaat. Bukan hanya waktu menerima bantuan pemeritah program SPMI kita laksanan.
Akhir kata penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada Bapak Drs. Sugiarto (Kepala SMA Negeri 2 Karimun) atas kepercayaannya pada kami TPMS (Tim Penjmainan Mutu Sekolah) untuk melaksanakan program SPMI. Juga kepada Ibu Endang Susilawati S.Pd, M.Pd (Fasiitator Daerah) yang memberikan suppor sehingga SPMI disekolah kami dapat terlaksana, Bapak Fadli dan ibu Mariza dari LPMP yang dari Sosialisai SPMI sampai Asistensi SPMI yang selalu membantu kami dengan mengirimkan informasi-informasi dalam pelaksanaan SPMI disekolah kami.

Untuk TPMS dan warga sekolah penulis berharap ingat satu hal bahwa kemajuan sekolah adalah tujuan kita bersama, SPMI adalah wadah awal dari semua kegiatan disekolah, mari kita sukseskan program SPMI sekolah kita sehingga semua program sekolah kita akan berjalan lancar. Bersama kita bisa bersama kita maju jaya.***

Tidak ada komentar:
Write komentar

Berikan Komentar Anda